HEMOFILIA

HEMOFILIA

penyakit_hemofilia

Hemofilia merupakan gangguan perdarahan akibat kekurangan factor pembekuan   darah   yang   diturunkan (herediter) secara  sex-linkedrecessive  pada kromosom X (Xh). Meskipun hemofilia merupakan penyakit herediter tetapi sekitar   20-30% pasien   tidak   memiliki riwayat   keluarga   dengan   gangguan   pembekuan darah,   sehingga   diduga   terjadi   mutasi   spontan   akibat   lingkungan   endogen   maupun  eksogen   (Aru   etal, 2010).

Sebanyak 12 provinsi mempunyai prevalensi Hemofilia diatas prevalensi nasional, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Papua Barat dan Papua. Hemofilia masih terlihat tinggi, terutama di Provinsi DKI Jakarta (24,3‰), Kep. Riau (21,5‰), Sumatera Barat (19,0‰), Gorontalo (15,9‰), dan Nanggroe Aceh Darussalam (15,2‰).  Prevalensi terendah di Provinsi Sumatera Utara (1,5‰) (Riskesdas, 2007).

Hemofilia diwariskan melalui mutasi pada kromosom X. Oleh sebab itu pria cenderung menjadi pengidap, sementara wanita cenderung menjadi pewaris atau pembawa mutasi gen tersebut. Hemofilia memiliki penyabab di antaranya:

  1. Faktor keturunan atau genetikapenyakithemofilia-340x160

Hemofilia merupakan jenis penyakit yang diturunkan dan bersifat genetik. Itu artinya ketika orang tua anda memiliki bakat hemofilia, maka anda akan memiliki resiko tinggi mengidap kelainan darah ini sendiri. Jarang sekali terjadi kasus hemolia pada orang tanpa garis keturunan yang memiliki kelainan hemofilia ini.

  1. Kurangnya zat pembeku darah

Apabila seseorang mengalami hemofilia, namun tidak memilliki garis keturunan dari kelainan hemofilia, maka kemungkinan penyebab hemofilia ini karena mengalami defisit atau kekurangan zat pembeku darah. Zat pembeku darah ini adalah jenis zat besi, yang dapat ditemui pada :

  • Makanan yang mengandung zat besi (Kacang-kacangan, biji-bijian)
  • Buah yang mengandung vitamin B (Alpukat, )
  • Makanan yang mengandung vitamin B (Tempe, tahu, susu kedelai)
  • Makanan lainnya seperti cabai merah dan cabai hijau
  1. Kurangnya protein yang berperan dalam proses pembekuan darah

Selain zat besi, ada protein pembekuan darah, yang bertugas untuk membantu mempercepat dan melancarkan pembekuan darah. Protein-protein ini dilambangkan dengan angka romawi I hingga XIII (faktor 1 hingga faktor 13) ke- 13 faktor ini merupakan faktor-faktor penting dalam berjalannya proses pembekuan darah pada diri seseorang. Kekurangan salah satu faktor saja dapat menyebabkan hemofilia dan sulitnya terjadi pembekuan darah

Pada tahun-tahun terakhir ditemukan bahwa, pasien dengan hemofilia mempunyai resiko tinggi menderita AIDS akibat transfuse dan komponen darah yang pernah diterima. Semua darah yang di donorkan sekarang diperiksa terhadap adanya antibody virus AIDS

Pengobatan hemofilia bervariasi tergantung pada jenis hemofilianya dan seberapa berat penyakitnya.

  • Pengobatan untuk Hemofilia A ringan. Pengobatan yang biasa dilakukan yaitu menggunakan suntikan lambat hormon desmopressin (DDAVP) ke pembuluh darah untuk merangsang pelepasan faktor pembekuan darah yang lebih banyak untuk menghentikan pendarahan.
  • Pengobatan untuk hemofilia A berat atau hemofilia B. Perdarahan dapat berhenti hanya setelah infus faktor pembekuan yang berasal dari darah manusia yang disumbangkan oleh donor atau dari produk rekayasa genetika yang disebut faktor pembekuan rekombinan.
  • Obat hemofilia yang disebut antifibrinolitik terkadang diresepkan bersama dengan terapi penggantian faktor pembekuan. Fungsi obat ini untuk membantu pembekuan darah yang lebih kuat.

 

Daftar Pustaka

  1. Aru et al. 2009. Ilmu Penyakit dalam Jilid II: Edisi V. Jakarta: InternaPublishing
  2. Prevalensi Penyakit Keturunan Hemofili (Permil) Menurut Provinsi, Riskesdas 2007 Hemofili (Permil) Menurut Provinsi, Riskesdas 2007
  3. com 2014. Penyakit dan penyebab hemophilia. [Diakses pada: 15 April 2016]
  4. 2011. Hemofilia. [diakses pada: 14 April 2016] tersedia di: http://gedeehealth.co.id/2011/11/hemofilia.html
  5. Hemofilia – Jenis, Penyebab, Gejala, Pengobatan | Mediskus.com

 

 

 

 

 

 

 

Peduli Autism

Autisme

 

autismAutisme merupakan gangguan pada perkembangan saraf yang ditandai dengan kesulitan komunikasi, interaksi social, pola bermain dan perilaku emosi. Gejala autism muncul sebelum 3 tahun pertama kelahiran anak (Jevuska, 2012)

Data UNESCO pada 2011 mencatat, sekitar 35 juta orang penyandang autisme di dunia. Itu berarti rata-rata 6 dari 1000 orang di dunia mengidap autisme. Sedangkan di Indonesia prevalensi autisme pada tahun 2013 diperkirakan terdapat lebih dari 112.000 anak yang mederita autisme dalam usia 5-19 tahun (klinik autis, 2015)

Banyak faktor dan penyabab autisme di antaranya:

Faktor Genetik

Lebih kurang 20% dari kasus-kagensus autisme disebabkan oleh fakto-faktor genetik. Penyakit genetik yang sering dihubungkan dengan autisme adalah tuberos sclerosis (17-58%) dan sindrom fragile X (20-30%). Disebut fragile X karena secara sitogenetik penyakit ini ditandai oleh adanya kerapuhan (fragile) yang tampak seperti patahan di ujung akhir lengan panjang kromosom X 4. Sindrom fragile X merupakan penyakit yang diwariskan secara X-linked (X terangkai) yaitu melalui kromosom X. pola penurunannya tidak umum, yaitu tidak seperti penyakit dengan pewarisan X-linked lainnya, karena tidak bisa digolongkan sebagai dominan atau resesi,  laki-laki dan perempuan dapat menjadi penderita maupun pembawa sifat  (carier). (Dr. Hardiono D. Pusponegoro, SpA(K),2003).

Gangguan Sistem Syaraf

Banyak penelitian yang melaporkan bahwa anak autis memiliki kelainan pada hampir semua struktur otak. Tetapi kelainan yang paling konsisten adalah pada otak kecil. Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel purkinye di otak kecil pada autisme. Berkurangnya sel purkinye diduga dapat merangsang pertumbuhan akson, glia dan myelin sehingga terjadi pertumbuhan otak yang abnormal, atau sebaliknya pertumbuhan akson yang abnormal dapat menimbulkan sel purkinye mati. (Dr. Hartono D. Pusponegoro, SpA(K),2003)

Ketidakseimbangan Kimiawi

Beberapa peneliti menemukan sejumlah kecil dari gejala autistik berhubungan dengan makanan atau kekurangan kimiawi di badan. Alergi terhadap makanan tertentu, seperti bahan-bahan yang mengandung susu, tepung gandum, daging, gula, bahan pengawet, penyedap rasa, bahan pewarna dan ragi.

Untuk memastikan pernyataan tersebut, dalam tahun 2010 sampai 2011 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 120 orang anak yang memenuhi kriteria gangguan autisme menurut DSM IV. Rentang umur 1-10 tahun, dari 120 anak tersebut 97 adalah anak laki-laki dazn 23 orang adalah anak perempuan. Dari hasil pemeriksaan diproleh bahwa anak-anak ini mengalami gangguan metabolisme yang kompleks dan setelah dilakukan pemeriksaan untuk alergi, ternyata dari 120 anak yang diperiksa : 100 anak (83,33%) menderita alergi susu sapi, gluten dan makanan lain, 18 anak (15%)  alergi terhadap susu dan makanan lain, 2 orang anak (1,66%) alergi terhadap gluten dan makanan lain. (Dr. Melly Budiman, SpKJ, 2003).

Tingkat penyakit autisme yang bervariasi antara satu individu dengan yang lainnya menyebabkan tidak ada satu penanganan yang cocok untuk semua individu yang menderita autisme.

 

Berikut ini adalah berbagai metode penanganan autisme:

  1. Obat-obatan

Obat-obatan tidak sepenuhnya dapat menyembuhkan autism, obat-obatan hanya dapat membantu mengendalikan gejala autisme. Beberapa jenis obat-obatan yang dapat diberikan berupa, vitamin, suplemen gizi, antidepresan, dan obat-obatan antipsikotik yang menunjukkan hasil yang positif dalam mengobati kasus autism (Amazin, 2014)

  1. Terapi

Beberapa terapi dapat dibeerikan pada penderita autism untuk mengurangi gejala-gejala yang ditimbulkan, beberapa terapi tersebut antara lain sebagai berikut.

  • Terapi wicara

Sebagian besar anak dengan autisme mengalami kesulitan berbicara. Pada kasus lain, mereka bisa berbicara, tapi tidak mampu berinteraksi atau berkomunikasi secara normal dengan orang lain. Di sinilah pentingnya peranan terapi wicara.

  • Terapi okupasi

Terapi okupasi digunakan untuk memperbaiki perkembangan motorik halus pada anak dengan autis yang memang banyak mengalami keterlambatan.

  • Terapi perilaku

Umumnya anak-anak dengan autis merasa sangat sensitif terhadap cahaya, suara, dan sentuhan. Ahli terapi akan membantu menemukan latar belakang perilaku tersebut untuk kemudian memberikan solusi secara spesifik.

  • Terapi pendidikanterapi

Program ini melibatkan tim pakar yang menerapkan beragam aktivitas yang meningkatkan kemampuan komunikasi, sosial, dan tingkah lakunya.  Umumnya anak-anak dengan autisme dapat berkembang dengan program pendidikan yang terarah dan terstruktur dengan baik (Alodokter, 2014)

Berusahalah untuk memahami Autisme, sehingga kita bisa mendeteksi gejala autisme lebih dini serta memberi kesempatan pada mereka untuk berkembang optimal dan mendapatkan kehidupan lebih baik

 

Selamat Hari Autisme Sedunia

(02 April 2016)

 Daftar pustaka

  1. 2012. Autisme. [diakses pada: 29 maret 2016] tersedia di: https://www.jevuska.com/2012/12/29/autisme-pengertian-penyebab-gejala-ciri-terapi/
  2. Klinik autis. 2015. Prevalensi kejadian autisme. [diakses pada: 30 maret 2016] tersedia di: https://klinikautis.com/2015/03/24/angka-kejadian-autis-di-indonesia-dan-di-berbagai-belahan-dunia-lainnya/
  3. Pusponegoro, Hartono D. (2003), Pandangan Umum mengenai Klasifikasi Spektrum Mengenai Gangguan Autistik dan Kelainan Susunan Saraf Pusat (makalah), Jakarta: Konferesi Nasional Autisme-I.
  4. Budiman, Melly, (2003), Gangguan Metabolisme pada Anak Autistik di Indonesia (makalah), Jakarta : Konferesi Nasional Autisme-I
  5. 2013. Metode penangan autisme. [diakses pada: 29 maret 2016] tersedia di: http://www.amazine.co/22616/5-jenis-3-metode-penanganan-autisme/
  6. 2014. Terapi autisme. [diakses pada: 29 maret 2016]

WORLD DOWN SYNDROME DAY

Untitled-1Down Syndrome

 

Down syndrome merupakan kondisi keterbelakangan fisik dan mental pada anak. Yang diakibatkan oleh perkembangan kromosom yang tidak normal dan kegagalan sepasang kromosom saat memisahkan diri terjadi saat proses pembelahan (Klinik Anak, 2010).

Angka penyandang down syndrome sendiri mencapai 8 juta jiwa di dunia, sedangkan di Indonesia sendiri menurut catatan Indonesia Center for Biodiversity dan Biotechnology (ICBB) Bogor, di Indonesia terdapat lebih dari 300.000 manusia Down Syndrome (Nurjanah, 2014)

Menurtu Donna L. Wong (2008) mengatakan bahwa penyebab down syndrome dipusatkan pada kejadian nondisjungsi antara lain: Genetik, Radiasi, Infeksi, Umur ibu dan Umur ayah. Down syndrome juga menimbulkan beberapa komplikasi yang begitu berbahaya diantaranya:

  • Penyakit Alzheimer’s (penyakit kemunduran susunan syaraf pusat)
  • Leukimia (penyakit dimana sel darah putih melipat ganda tanpa terkendalikan).
  • Komplikasi Pada Jantung dan Sistem Vaskular
  • Penyakit Alzheimer’s (penyakit kemunduran susunan syaraf pusat)
  • Leukimia (penyakit dimana sel darah putih melipat ganda tanpa terkendalikan)
  • Komplikasi Pada Jantung dan Sistem Vaskular
  • Gangguan pendengaran akibat infeksi telinga (Kumar V, 2010)

Berbagai terapi dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan, kemandirian, dan produktivitas, diantarTerapi-Down-Syndromanya:

  1. Terapi fisik.Meliputi kegiatan dan latihan untuk membantu keterampilan motorik, meningkatkan kekuatan otot, dan memperbaiki postur tubuh dan keseimbangan.
  2. Terapi wicara. Bahasa membantu anak dengan down syndrome meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan menggunakan bahasa yang lebih efektif.
  3. Terapi okupasi. Membantu menemukan cara untuk melakukan tugas dan pekerjaan sehari-hari. Seperti makan, berpakaian, menulis, dan menggunakan komputer.
  4. Terapi emosi dan perilaku. Bekerja untuk menemukan jawaban yang berguna untuk kedua perilaku yang diinginkan dan tidak diinginkan (Dokter Kita, 2012)

Down Syndrome merupakan kelainan genetik, tetapi mereka masih memiliki peluang mengembangkan dirinya untuk menjadi lebih baik. Mari kita ketahui Down Syndrome dan Mari kita bersama sembuhkan dan kembangkan mereka untuk menjadi lebih baik.

 

Selamat hari Down Syndrome 21 Maret 2016

 

 

Daftar Pustaka

  1. Klinik Anak. 2010. Down Syndrome, Deteksi dini dan pencegahan. [diakses pada: 15 maret 2016]
  2. 2014. Prevalensi Down Syndrome. [diakses pada: 16 maret 2016] tersedia di : http://nsiti7.blogspot.co.id/2014/03/prevalensi-down-sindrome.html
  3. Donna L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC
  4. Kumar V, Abbas A.K, Fausto N. Robbin & Cotran Dasar atologis penyakit: penyakit sitogenik. Edisi 7. Jakarta, Penyakit Buku Kedokteran EGC. 2010; hal 184-7
  5. Dokter Kita. 2012. Down Syndrome. [diakses pada: 17 maret 2016] tersedia di : http://dokita.co/blog/down-syndrome/