VAKSIN PALSU, APA YANG HARUS DILAKUKAN

           Kesehatan saat ini menjadi perhatian oleh pemerintah dan masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari dibangunnya fasilitas kesehatan dan penyediaan pelayanan yang berkualitas. Perkembangan kesehatan di Indonesia ini diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian di Indonesia. Pelayanan kesehatan yang dikembangkan mulai dari tindakan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, pelayanan kebidanan dan Pelayanan Darurat Medis, termasuk pelayanan penunjang yang meliputi pemeriksaan laboratorium dan pelayanan kefarmasian (Depkes RI,2009)

Pelayanan kesehatan di Indonesia tentunya menitik beratkan pada program preventif. Menurut (Oktavia,2013) upaya preventif adalah sebuah usaha yang dilakukan individu dalam mencegah terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan. Preventif secara etimologi berasal dari bahasa lati pravenire yang artinya datang sebelum/ antisipasi/ mencegah untuk tidak terjadi sesuatu.  Dalam pengertian yang luas preventif diartikan sebagai upaya secara sengaja dilakukan untuk mencegah terjadinya gangguan, kerusakan atau kerugian bagi seseorang.

Tindakan preventif yang paling awal dilakukan pada masyarakat dan sedang digalakkan saat ini adalah Vaksinasi. Menurut Peraturan Mentri Kesehatan No 54, 2013 vaksinasi adalah pemberian vaksin yang khusus diberikan dalam rangka menimbulkan atau meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit sehingga apabila suatu  saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan dan tidak menjadi sumber penularan. Sedangkan yang dimaksud dengan vaksin menurut Peraturan Mentri Kesehatan No 54, 2013 adalah antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati, masih hidup tapi dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, yang telah diolah, berupa toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid, protein rekombinan yang bila diberikan kepada seseorang akan menimbulakan kekebalan secara spesifik secara aktif terhadap penyakit infeksi tertentu.

Program vaksinasi di Indonesia yang sudah berjalan tentunya tidak selalu berjalan dengan baik. Masalah yang saat ini menimpa dunia vaksin Indonesia adalah penemuan vaksin palsu yang ternyata sudah beredar bertahun-tahun. Kejadian vaksin palsu berawal ditemukannya seorang bayi yang meninggal dunia pasca divaksinasi, pada Hari Rabu,18/05/2016 di Puskesmas Pasar Rebo, Jakarta Timur. Bayi yang berusia 5 tahun dengan inisial R tersebut meninggal pasca mengalami demam per-tanggal 13 – 15 Mei 2016 dan kemudian kondisinya semakin memburuk pada Hari Selasa, 17/05/2016 sampai Hari Rabu,18/05/2016. Setelah dirunut, kondisi kesehatan R menjadi lebih buruk pasca mengikuti suntik imunisasi DPT 3 di Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo, Rabu (11/5/2016). Direktorat Ekonomi Khusus, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri melakukan pendalaman selama 3 bulan dan kemudian berhasil membongkar adanya jaringan pemalsu vaksin pada 21/06/2016. Vaksin yang dipalsukan adalah vaksin dasar, yang wajib diberikan untuk bayi: campak, polio, hepatitis B, tetanus, dan BCG (Bacille Calmette-Guerin). Pabrik vaksin palsu ditemukan, yaitu di Perumahan Puri Bintaro Hijau, Kecamatan Pondok Aren, Tangerang Selatan. Menurut pengakuan para tersangka, pemalsuan ini sudah berlangsung sejak 2003 dan didistribusikan ke seluruh Indonesia. Polisi baru menemukan keberadaan produk vaksin palsu ini di tiga provinsi, di DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.

Menteri Kesehatan, Nila F. Moeloek mengungkapkan hasil penelitian terkait kandungan vaksin palsu yang beredar di masyarakat dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX di gedung DPR RI pada 14/07/2016 yang mana menjelaskan bahwa Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menemukan empat vaksin palsu dari total 39 sampel vaksin yang diambil dari 37 Fasilitas Kesehatan di sembilan provinsi di Indonesia. Berdasarkan data yang dilansir oleh mentri kesehatan tentang vaksin palsu, dapat dilihat beberapa jenis vaksin palsu dan kandungannya antara lain: Tripacel yang mengandung NaCl dan Hepatitis B, Serum Anti Tetanus yang mengandung NaCl, Pediacel yang mengandung Vaksin Hepatitis B. Secara umum beberapa vaksin palsu yang beredar di masyrakat memiliki kandungan yang harus ada, kandungan yang seharusnya ada  anatara lain : Tripacel memiliki kandungan Toksoid Difteri, Toksoid Tetanus, Vaksin Aseluler, sedangkan Serum Anti Tetanus memiliki kandungan Serum Anti Tetanus dan Vaksin Pediacel seharusnya mengandung Toksoid Difteri, Toksoid Tetanus, Vaksin Aseluler, Pertusis dan Vaksin Polio. Penggunaan vaksin palsu menyebabkan efek yang diharapkan dari proses vaksinasi tidak didapatkan. Selain itu jika dilihat pada setiap jenis zat yang dimasukan ke dalam tubuh akan memberikan efek bagi tubuh diantaranya :

  1. NaCl yang dapat menyebabkan pembekakan pada ginjal yang dipicu oleh ginjal terlalu bekerja ekstra karena harus menyaring kandungan natrium dan mineral yang terkandung di dalamnya.
  2. Hepatitis B yang dapat menyebabkan kekebalan tubuh terhadap virus hepatitis B, tetapi dalam kasus ini vaksin hepatitis B yang diberikan 2 kali dan secara berdekatan waktunya sehingga tidak memberikan efek untuk meningkatkan kekebalan dan justru hanya membuang-buang uang saja.

Selain efek diatas, vaksin palsu juga akan menimbulkan efek lain diantaranya:

  1. tubuh mengalami demam tinggi yang disertai laju nadi cepat,
  2. mengalami sesak napas
  3. anak akan susah makan
  4. Infeksi

Menurut Vaksinolog dr. Dirga Sakti Rambe, M.Sc-VPCD, risiko terberat dari pemberian vaksin palsu pada anak adalah terjadi infeksi. Komposisi kandungan vaksin palsu tentu tidak steril. Dampaknya, anak tersebut tidak akan mendapat efek dari perlindungan sistem kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit.

Per-14 Juli 2016, Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek mengumumkan daftar RS yang menggunakan vaksin palsu beserta, sales penyalur, juga modusnya. Yaitu:

No Nama Rumah Sakit Sales Modus Operandi
1 RS Dr. Sander Cikarang Sales Juanda (CV Azka Medika) Modus operandi tersangka mengajukan penawaran harga vaksin via email terhadap pihak RS dan disetujui Direktur RS.
2 RS Bhakti Husada (Terminal Cikarang) Sales Juanda (CV Azka Medika) Modus operandi tersangka mengajukan penawaran harga vaksin via email terhadap pihak RS dan disetujui Direktur
3 RS. RS Sentral Medika (Jalan Industri Pasir Gembong) Sales Juanda (CV Azka Medika) Modus operandi tersangka mengajukan penawaran harga vaksin ke bagian pengadaan barang terhadap pihak RS dan disetujui Direktur RS.
4 RSIA Puspa Husada (Bekasi Timur) Sales Juanda (CV Azka Medika) Modus operandi tersangka mengajukan penawaran harga vaksin ke bagian pengadaan barang terhadap pihak RS dan disetujui Direktur RS.
5 RS Karya Medika (Tambun) Sales Juanda (CV Azka Medika) Modus operandi tersangka mengajukan penawaran harga vaksin ke bagian pengadaan barang terhadap pihak RS dan disetujui Direktur RS.
6 RS Kartika Husada (Jl MT Haryono Setu Bekasi) Sales Juanda (CV Azka Medika) Modus operandi tersangka mengajukan penawaran harga vaksin ke bagian pengadaan barang terhadap pihak RS dan disetujui Direktur RS.
7 RS Permata (Bekasi) Sales Juanda (CV Azka Medika) Tersangka mengajukan proposal penawaran harga vaksin melalui CV Azka Medical. Kemudian dari bagian pengadaan mengajukan permohonan pengadaan kepada manajer purchasing yang kemudian dimintakan persetujuan kepada Direktur RS sebelum dilakukan pemesanan obat atau vaksin.
8 RSIA Gizar Villa Mutiara (Cikarang) Sales Juanda (CV Azka Medika) Tersangka mengajukan penawaran harga vaksin ke bagian pengadaan barang pihak RS dan disetujui oleh Direktur RS.
9 RSIA Gizar Villa Mutiara (Cikarang) Sales Juanda (CV Azka Medika) Tersangka mengajukan penawaran harga vaksin ke bagian pengadaan barang pihak RS dan disetujui oleh Direktur RS.
10 RS Harapan Bunda (Kramat Jati, Jakarta Timur) Sales M Syahrul Tersangka menawarkan vaksin lewat perawat atas nama Irna (ditahan sebagai penyedia botol tersangka Rita dan Hidayat) kemudian Irna meminta tanda tangan dokter dan dimasukkan sebagai persediaan rumah sakit.
11 RS Elisabeth Narogong (Bekasi) Sales Juanda (CV Azka Medika ) Tersangka mengajukan penawaran harga vaksin ke bagian pengadaan barang pihak rumah sakit dan disetujui oleh Direktur RS.
12 RS Hosana (Lippo Cikarang) Sales Juanda (CV Azka Medika) Tersangka mengajukan penawaran harga vaksin ke bagian pengadaan barang pihak rumah sakit dan disetujui oleh Direktur RS.
13 RS Hosana (Bekasi, Jalan Pramuka) Sales Juanda (CV Azka Medika) Tersangka mengajukan penawaran harga vaksin ke bagian pengadaan barang pihak rumah sakit dan disetujui oleh Direktur RS.

 

Kepala Badan POM Tengku Bahdar Johan Hamid menyatakan kebutuhan vaksin yang banyak di masyarakat dan juga masyarakat yang menginginkan vaksin tambahan membuat distributor illegal memanfaatkan kesempatan ini. Para distributor vaksin palsu menawarkan vaksin palsu dengan harga murah, yakni lebih murah Rp.200.000 hingga Rp.400.000 dari harga vaksin asli ke sarana pelayanan kesehatan. System kerja dari distributor vaksin palsu ini adalah dengan cara datang langsung ke pelayanan kesehatan, membawa vaksin tetapi perusahaan dibelakangnya kurang jelas. Penyaluran system inilah yang menjadi permasalahan dari pihak BPOM dan sering kali para pendisutributor vaksin palsu bisa lolos begitu saja.

Badan Pengawas Obat dan Makanan dalam penjelasan Kepala Badan POM mengatakan, pengawasan terhadap peredaran vaksin hanya pada sarana kesehatan yang resmi dan  yang memiliki lemari pendingin khusus untuk menyimpan vaksin. Akibatnya Badan POM kurang dalam mengawasi peredaran vaksin diluar kriteria tersebut sehingga memungkinkan peredaran dari vaksin tersebut.

Kesimpulan yang dapat dipetik dari kejadian diatas adalah adanya vaksin palsu di masyarakat karena adanya peluang oleh produsen illegal untuk memasarkan produk mereka. Pengawasan dari pihak BPOM sangat kurang untuk hal ini, dapat dilihat dari beredarnya vaksin palsu bukan hanya itu kosmetik dan produk konsumen palsu lainnya juga sudah lama beredar. Rumah sakit dalam hal ini sebagai distributor seharusnya melakukan uji sampel terhadap vaksin yang akan digunakan, bukan sekedar setuju akan penawaran harga tetapi juga meperhatikan kualitas barang yang akan digunakan untuk menghindari kejadian seperti ini. Bagi praktisi kesehatan dapat memperhatikan ciri – ciri vaksin untuk membandingkan dengan yang asli, berikut beberapa rekomendasi yang dapat digunakan sebagai acuan :

  1. Memperhatikan rubber stopper (tutup vial) kalau vaksin yang asli menggunakan warna abu, sedangkan vaksin yang palsu terdapat perbedaan warna dengan yang asli.
  2. Kemasan pada vaksin yang asli masih ada segelnya, sedangkan pada kemasan vaksin palsu tidak ada segelnya.
  3. Kemasan vaksin asli biasannya mengkilat, sedangkan kemasan pada vaksin yang palsu cendrung lebih kasar.
  4. Terdapat label yang mencantumkan keterangan soal vaksin pada sampul, sedangkan pada vaksin yang palsu nomor batch yang ada tidak terbaca dengan jelas.

Bagaimana dengan masyarakat yang saat ini bertanya – tanya tentang kejelasan vaksin anaknya atau yang sudah menjadi salah satu korban vaksin palsu? Masyarakat yang menjadi korban sebaiknya segera mengunjungi dokter untuk memeriksakan anaknya kepada dokter atau rumah sakit untuk mengetahui status vaksin pada anak yang bersangkutan.

Kejadian vaksin palsu ini memiliki dampak besar yang mengkhawatirkan bagi kesehatan Negara Indonesia. Kehadiran vaksin palsu juga dikhawatirkan dapat mengurangi jumlah anak yang mengikuti program vaksin, yang saat ini sedang digalakkan oleh pemerintah. Semoga dengan berjalannya waktu dan ditindaknya kasus ini dapat memperbaiki keadaan dan menumbuhkan keinginan masyarakat untuk menggunakan vaksin kembali.

 

Daftar Pustaka

Depkes RI., 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta

Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU No. 8/1999)..

Oktavia Yuni, 2013, Promotif, Preventif, Kuratif, Rehabilitatif.

Peraturan Mentri Kesehatan. 2013. Penyelenggaraan Imunisasi. Jakarta.

Kompas. 2016. Vaksin Palsu Diproduksi sejak 2003 dan Ditemukan di 3 Provinsi. http://nasional.kompas.com. [diakses tangggal: 24 Agustus 2016]

BBC.2016. BPOM Mengaku Bersalah atas Peredaran Vaksin Palsu. http://www.bbc.com.  [diakses tanggal : 9 September 2016.